PENGETAHUAN DAN PERSEPSI SISWA TENTANG HUTAN BAKAU DI SEKOLAH NEGERI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR


PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Hutan bakau atau sering juga disebut dengan hutan mangrove merupakan salah satu penyusun ekosistem pesisir dan laut.  Menurut Saparinto (2007:19) hutan bakau terdiri dari beberapa jenis pohon bakau yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.  Secara ekologis hutan bakau memiliki fungsi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi manusia yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan hidup bagi manusia dan dapat menyangga keseimbangan ekosistem wilayah pesisir dan pantai.
Indonesia memiliki cadangan hutan bakau tropis terluas di dunia dengan luas sekitar 2,5 hingga 4,5 juta ha, melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha).  Hutan mangrove di Indonesia berpusat di Irian Jaya dan Maluku (38%), Kalimantan (28%) dan Sumatera (19%). Propinsi Jambi memiliki hutan bakau yang terletak di wilayah pesisir/pantai di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.  Berdasarkan data yang diperoleh dari BKSDA Kabupaten Tanjung Jabung Timur (2009:4) Hutan bakau di pantai timur memiliki luas 64.749 ha dan kerusakannya sudah mencapai 6,2% atau sekitar 251 ha.  Penyebab kerusakan hutan bakau di kawasan ini adalah eksploitasi oleh masyarakat setempat untuk dijadikan kayu bakar, bahan bangunan, areal pemukiman serta konversi lahan menjadi areal pertanian dan pertambakan. 
Akibat dari kerusakan hutan bakau, menyebabkan daerah pesisir khususnya di Kabupaten Tanjung Jabung Timur seringkali terjadi bencana seperti banjir dan tanah longsor yang hampir terjadi setiap tahun. Selain itu, para nelayan semakin sulit untuk mendapatkan ikan, udang, kerang dan kepiting karena populasinya semakin berkurang.
Diperlukan upaya-upaya untuk menjaga kelestarian hutan bakau pada daerah pesisir dan laut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat sekitar hutan bakau sejak usia dini melalui pendidikan di sekolah.  Hal ini dapat dilakukan dengan memasukkan pendidikan lingkungan hidup dalam kurikulum sekolah. Tujuannya adalah apabila kesadaran itu telah terbentuk sejak dini, setelah dewasa nanti, diharapkan anak-anak dapat mengambil langkah-langkah yang bijaksana dalam memanfaatkan dan melestarikan hutan bakau.
Penerapan pendidikan lingkungan diharapkan akan tercipta rasa tanggung jawab dan cinta tanah air yang pada akhirnya akan menumbuhkan pengetahuan dan persepsi yang positif terhadap lingkungan. Untuk itu perlu dikaji lebih dalam pengetahuan dan persepsi siswa terhadap hutan bakau untuk mengetahui bagaimana pengetahuan dan persepsi mereka terhadap hutan bakau.  

KAJIAN PUSTAKA
Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Jambi. Secara administratif Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki luas sekitar 501.344 ha dan sekitar 42,19% diantaranya merupakan kawasan hutan (211.535 ha). Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki kemiringan wilayah berkisar antara 0–3% sedangkan ketinggiannya berkisar antara 5 meter sampai 30 meter dpl (di atas permukaan laut).  Kabupaten yang terletak di pesisir pantai timur Pulau Sumatera ini memiliki batas-batas sebagai berikut:
1.      Sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan,
2.      Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Muaro Jambi, dan
3.      Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Muaro Jambi dan Propinsi Sumatera Selatan.
Pengetahuan dan Persepsi Tentang Hutan Bakau
Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal.  Pengetahuan bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan pengalaman. Pengetahuan tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat dan gejala yang ada pada objek tersebut (Anonim, 2010:5).  
Sedangkan persepsi merupakan suatu proses yang menyebabkan orang dapat menerima atau menafsirkan informasi yang diperoleh dari lingkungan. Menurut Matondang (2005:4) persepsi adalah proses pengumpulan dan penafsiran dari informasi yang merujuk kepada beberapa proses dimana kita menjadi tahu dan berpikir mengenai beberapa hal berupa karakteristik, kualitas dan pernyataan diri.  Sedangkan menurut Calthoun (1995:252) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Persepsi tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi ada suatu syarat yang harus terpenuhi. Slameto (1995:10) mengemukakan bahwa persepsi akan terjadi apabila syarat-syarat tertentu terpenuhi.   Ada pun syarat-syarat tersebut adalah:
1.  Adanya objek,
2.  Alat indera, dan
3.  Adanya perhatian
Ketika mengamati suatu objek yang sama akan memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap objek tersebut karena ada faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhinya. Sementara itu menurut Iskandar (2001:24) persepsi dipengaruhi oleh harapan dan kesiapan yang akan menentukan pesan mana yang dipilih untuk diterima dan didata sehingga dipresentasikan. Selain itu perbedaan–perbedaan individual seperti perbedaan kepribadian, perbedaan sikap dan perbedaan motivasi juga mempengaruhi persepsi.
Hutan Bakau
Hutan bakau adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara laut dan daratan.  Bakau dapat tumbuh subur di daerah tropis ekuator, namun juga dapat tumbuh di daerah subtropis yaitu sekitar 35ºLU di Asia dan sekitar 35ºLS di Afrika, Australia dan New Zealand.  Tempat hidup bakau di daerah pasang naik tertinggi (maximum spring tide) sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level) yaitu berada pada kawasan pinggir pantai, muara dan sungai yang mengalami rembesan air laut (Saparinto, 2007:6).
Hutan bakau termasuk ekosistem hutan yang kaya akan berbagai jenis flora dan fauna serta memiliki potensi yang belum dikembangkan secara baik. Menurut Saparinto (1997:1) dan Muchtasor (2007:26) hutan bakau mempunyai tiga fungsi utama, yaitu:
1.     Fungsi fisik, menjaga garis pantai serta tepian sungai, pelindung terhadap hempasan gelombang dan arus, menyerap logam berat dan pestisida yang mencemari laut.
2.     Fungsi biologi, sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari makanan (feeding ground), tempat berkembang biak (spawning ground) berbagai jenis Crustaceae, ikan, burung, biawak, ular dan sebagai tempat tumbuh-tumbuhan epifit dan parasit seperti anggrek, pakis, dan tumbuhan lainnya. 
3.     Fungsi ekonomi, sebagai tempat rekreasi, lahan pertambakan, bahan baku kertas, bahan pewarna, kayu bakar dan penghasil tanin.
Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur yang ditetapkan dengan SK Menteri Pertanian No.507/Um/1981 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.14/ Kpts-II/ 2003 dengan luas 4.126,60 ha. Cagar alam ini mempunyai tipe iklim tropis yang lembab dan hangat karena terletak pada permukan laut di sekitar garis katulistiwa.  Suhu harian sekitar 32ºC sampai 35ºC dan jarang turun dibawah 27ºC pada malam hari. Kelembaban mencapai sekitar 80% dan rata-rata curah hujan sekitar 2.200 mm pertahun (BKSDA Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2009:2).
Pendidikan Lingkungan Hidup
Pendidikan lingkungan adalah suatu proses untuk membangun manusia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan karena memiliki pengetahuan, sikap, motivasi dan mampu bekerjasama baik secara individu maupun kolektif untuk memecahkan berbagai masalah lingkungan dan mencegah timbulnya masalah yang baru (Anonim, 2008a:3).  Pendidikan lingkungan hidup merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah–masalah lingkungan yang beberapa tahun belakangan semakin mengkhawatirkan.  Tujuannya adalah mengurangi kerusakan lingkungan dengan cara memberikan pengetahuan dan menanamkan kesadaran manusia akan pentingnya pelestarian lingkungan.
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) dapat diterapkan ke dalam pendidikan formal dengan menjadikan pendidikan lingkungan hidup sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah.  Proses belajar mengajar tidak lagi menggunakan metode ceramah tetapi lebih apresiatif dan aplikatif serta peduli dengan persoalan-persoalan lingkungan hidup. Dalam hal ini perlu kerjasama dan kesepakatan antara Departemen Pendidikan Nasional dengan Menteri Lingkungan Hidup (Anonim, 2008:6).  
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berlangsung pada bulan Desember 2010 hingga Maret 2011. Penelitian ini merupakan metode deskriptif kuantitatif.  Subjek penelitian ini adalah siswa untuk mengetahui persepsi dan pengetahuan siswa mengenai hutan bakau dengan menggunakan angket dan tes.  Disamping itu juga dilakukan pula wawancara terbuka (open inded interview) kepada guru biologi atau guru ilmu pengetahuan alam di masing-masing sekolah terpilih.  Populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh siswa sekolah yang berstatus negeri yang berada di daerah pesisir Kabupaten Tanjung Jabung Timur (SD sederajat, SMP sederajat dan SMA sederajat).   Siswa yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas akhir yaitu kelas 6 Sekolah Dasar (SD) sederajat, kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat dan kelas 3 Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat.  Sampel dipilih secara simple random sampling. 
Data yang diperoleh diolah dan disajikan secara distribusi frekuensi dan dijelaskan secara deskriptif. Data kuantitatif dianalisis untuk mendeskripsikan hubungan antara tingkat pendidikan siswa dengan pengetahuan dan persepsi siswa tentang hutan bakau. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan siswa dengan pengetahuan dan persepsi siswa menggunakan independence chi-square test.  Sedangkan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan persepsi siswa mengenai hutan bakau dilakukan analisis regresi.  

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengetahuan Siswa Tentang Hutan Bakau
Penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan siswa mengenai hutan bakau sebagian besar termasuk dalam kategori kurang sampai dengan sangat kurang (81,5%) hanya sebagian kecil siswa yang memiliki pengetahuan mengenai hutan bakau yang termasuk dalam kategori cukup sampai dengan kategori sangat baik (18,5%).  Penyebaran tingkat pengetahuan siswa mengenai hutan bakau dapat dilihat pada grafik berikut ini:    
Kelompok siswa yang termasuk dalam kategori sangat kurang adalah siswa yang mendapat nilai antara 30 sampai 39 yang berjumlah 128 siswa (28,6%). Kelompok siswa yang termasuk dalam kategori kurang adalah siswa yang mendapat nilai antara 40 sampai 55 yang berjumlah 237 siswa (52,9%).  Kelompok siswa yang termasuk dalam kategori cukup adalah siswa yang mendapat nilai antara 56 sampai 65 yang berjumlah 70 siswa (15,6%).  Sedangkan kelompok siswa yang termasuk dalam kategori baik adalah siswa yang mendapat nilai antara 66 sampai 79 yang berjumlah 12 siswa (2,7%) dan kelompok siswa yang termasuk dalam kategori sangat baik adalah siswa yang mendapat nilai antara 80 sampai 100 yang berjumlah 1 siswa (0,2%).
Minimnya materi tentang hutan bakau, cukup memberikan konstribusi bagi rendahnya pengetahuan siswa tentang hutan bakau. Padahal sebagian besar masyarakat Kabupaten Tanjung Jabung Timur bermukim di daerah pesisir dan sekitar 71,8% (322 siswa) pekerjaan orang tua mereka adalah petani.  Hal ini penting karena walaupun siswa hidup di daerah pesisir, mereka kurang memiliki pengetahuan yang terkait pada daerah tersebut misalnya pengetahuan tentang hutan bakau.  Selain itu, perlu juga guru memberikan tugas atau prakarya yang bahan bakunya di ambil dari daerah pesisir, sehingga siswa mengenal dan belajar memanfaatkan potensi daerah pesisir.
Persepsi Siswa Tentang Hutan Bakau
Dalam hal persepsi siswa mengenai hutan bakau, sebagian besar termasuk dalam kategori cukup sampai dengan sangat baik (99,5% atau 436 siswa).  Sedangkan yang termasuk dalam kategori kurang sampai dengan kategori sangat kurang relatif sedikit (0,5%). 

Kelompok siswa yang termasuk dalam kategori sangat kurang adalah siswa yang mendapat nilai kurang dari 32 yang berjumlah 0 siswa (0%). Kelompok siswa yang termasuk dalam kategori kurang adalah siswa yang mendapat nilai antara 33 sampai 49 yang berjumlah 2 siswa (0,5%). Kelompok siswa yang termasuk dalam kategori cukup adalah siswa yang mendapat nilai antara 50 sampai 66 yang berjumlah 118 siswa (26,3%).  Sedangkan kelompok siswa yang termasuk dalam kategori baik adalah siswa yang mendapat nilai antara 67 sampai 83 yang berjumlah 279 siswa (62,3%) dan kelompok siswa yang termasuk dalam kategori sangat baik adalah siswa yang mendapat nilai antara 84 sampai 100 yang berjumlah 49 siswa (10,9%).
Persepsi yang baik ini diperoleh siswa Kabupaten Tanjung Jabung Timur  dari pengalaman mereka sehari-hari, misalnya daerah mereka rawan banjir, tanah longsor dan lain-lain. Menurut Calthoun (1995:252) persepsi dapat diperoleh dari pengalaman tentang objek atau peristiwa sehingga akan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang lebih baik.
Hubungan Tingkat Pendidikan Siswa dengan Pengetahuan Siswa
Pada tingkat SD menunjukkan bahwa pengetahuan siswa mengenai hutan bakau yang termasuk dalam kategori kurang sampai dengan sangat kurang adalah sebesar 85,1% dan yang termasuk dalam kategori cukup sampai dengan sangat baik adalah sebesar 14,9%.  Pada tingkat SMP yang termasuk dalam kategori kurang sampai dengan sangat kurang adalah sebesar 72,5% dan yang termasuk dalam kategori cukup sampai dengan sangat baik adalah sebesar 27,5%.  Sedangkan pada tingkat SMA yang termasuk dalam kategori kurang sampai dengan sangat kurang adalah sebesar 66,6% dan yang termasuk dalam kategori cukup sampai dengan sangat baik adalah sebesar 33,4%. 
Hal ini disebabkan karena di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) belum diterapkan pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD).  Tapi sejumlah 8 orang (0,3%) siswa Sekolah Dasar memiliki pengetahuan yang baik.  Hal ini dipengaruhi oleh tempat tinggal siswa tersebut yang berada di wilayah pantai dan pekerjaan orang tua mereka adalah nelayan dan petani sehingga secara tidak langsung mereka setiap hari berinteraksi dengan hutan bakau.
Berdasarkan hasil perhitungan uji independence chi square test untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan siswa dengan pengetahuan siswa tentang hutan bakau diperoleh X² hitung =  25,1 sedangkan  X² tabel = 15,7 jadi X² hitung > X² tabel sehingga dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan siswa tentang hutan bakau­. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan siswa maka semakin baik pula pengetahuan siswa mengenai hutan bakau. 
Hubungan Tingkat Pendidikan Siswa dengan Persepsi Siswa
Berdasarkan hasil penilitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan siswa dengan persepsi siswa. Pada tingkat Sekolah Dasar (SD) persepsi siswa mengenai hutan bakau yang termasuk dalam kategori kurang sampai dengan sangat kurang adalah sebesar 0,6%. Kategori cukup sebesar 32%, kategori baik sebesar 59,5% dan kategori sangat baik sebesar 7,9%.  Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) menunjukkan bahwa persepsi siswa yang termasuk dalam kategori kurang sampai dengan sangat kurang adalah sebesar 0%, kategori cukup sebesar 9,2%, kategori baik sebesar 73,8% dan kategori sangat baik sebesar 16,9%.
Sedangkan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) menunjukkan bahwa dalam kategori kurang sampai dengan sangat kurang adalah sebesar 0%, kategori cukup sebesar 8,8%, kategori baik sebesar 66,0% dan kategori sangat baik sebesar 24,4
Berdasarkan hasil perhitungan uji independence chi square test untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan siswa dengan persepsi siswa tentang hutan bakau diperoleh X² hitung =  31,4 sedangkan  X² tabel = 15,7 jadi X² hitung > X² tabel sehingga dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara tingkat pendidikan siswa dengan persepsi siswa tentang hutan bakau­. 
Hubungan Tingkat Pengetahuan Siswa dengan Persepsi Siswa
Dari hasil analisis regresi diperoleh rhitung = 0,39.  Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara pengetahuan dan persepsi memiliki hubungan yang lemah karena nilai r mendekati 0. Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai koefisien (KD).  Koefisien determinasi (KD) dalam penelitian ini diperoleh sebesar 15,2% pada taraf signifikansi 0,05 dengan persamaan regresi  Y = 0,17 + 0,64 X .Artinya hanya sekitar 15,2% sumbangan nilai pengetahuan mempengaruhi nilai persepsi siswa. Sedangkan sisanya, yaitu sebesar 84,8% dipengaruhi oleh faktor lain misalnya pekerjaan orang tua, lingkungan, kedekatan tempat tinggal dengan hutan bakau, frekuensi memasuki kawasan hutan bakau dan lain-lain.
Pendidikan Lingkungan Hidup Di Sekolah                 
Berdasarkan hasil wawancara kepada guru Biologi atau guru IPA di setiap sekolah sampel menunjukkan bahwa untuk semua tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah menerapkan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) sebagai salah satu mata pelajaran di Sekolah.  Sedangkan tingkat Sekolah Dasar (SD) dan sekolah pendidikan agama (MTsN dan MAN), Pendidikan Lingkungan Hidup tidak diberikan secara terpisah tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran lain misalnya terintegrasi kedalam mata pelajaran IPA dan biologi misalnya materi pelestarian alam, pencemaran lingkungan, bencana alam dan lain-lain.
Secara umum, penerapan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah mulai dilakukan sejak 4 Januari 2011 dan dilatarbelakangi oleh adanya instruksi dari Dinas Pendidikan setempat dengan memberikan silabus tentang Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Cakupan materinya berkisar tentang pengolahan sampah, manusia dan lingkungan sedangkan materi tentang hutan bakau hanya sedikit, berkisar tentang pengenalan ekosistem hutan bakau.
Penggunaan model dan metode belajar yang paling banyak digunakan adalah metode ceramah dan diskusi.  Kendala utama yang dihadapi oleh para guru adalah tidak adanya buku yang baku tentang Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) sehingga guru mencari sendiri sumber materi yang akan diajarkan melalui internet dengan menggunakan handphone dan media lainnya seperti koran, televisi dan majalah. 
 Pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dan sekolah pendidikan agama (MI, MTsN dan MAN) belum menerapkan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah. Alasan utamanya adalah karena Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) tidak masuk dalam kurikulum sekolah karena yang mengambil kebijakan adalah Dinas Pendidikan dan Departeman Agama setempat.
Penerapan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah Kabupaten Tanjung Jabung Timur belum mencapai hasil maksimal.  Proses belajar mengajar yang dilakukan masih terbatas pada pengenalan lingkungan saja.  Sedangkan tindakan nyata siswa terhadap kepedulian lingkungan belum terlihat.  Penyebabnya adalah proses belajar mengajar yang dilakukan hanya terbatas di kelas saja seharusnya pendidikan lingkungan hidup di sekolah harus bersifat aktif, seperti melibatkan siswa secara langsung dalam berbagai kegiatan yang bertema kepedulian lingkungan. 

 
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Pengetahuan siswa mengenai hutan bakau di Kabupaten Tanjung Jabung Timur termasuk kategori kurang, padahal Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan Kabupaten yang memiliki kawasan hutan bakau terluas di Propinsi Jambi.
2.      Persepsi siswa mengenai hutan bakau di Kabupaten Tanjung Jabung Timur termasuk dalam kategori baik.
3.      Semakin tinggi tingkat pendidikan siswa maka akan semakin baik pula pengetahuan dan persepsi siswa mengenai hutan bakau di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
4.      Hubungan antara nilai pengetahuan mempengaruhi nilai persepsi memiliki hubungan yang lemah karena besarnya sumbangan pengetahuan siswa terhadap persepsi siswa hanya diperoleh sebesar 15,2%.
Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, saran-saran yang dapat diberikan sebagai berikut:
1.      Bagi para pendidik, diupayakan memberikan materi Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) khususnya tentang hutan bakau menggunakan metode yang bervariasi dan proses belajar mengajar sebaiknya dilakukan dengan pendekatan lingkungan alam sekitar sehingga siswa dapat lebih mengenal lingkungan sekitar mereka.
2.      Pihak sekolah sebaiknya melakukan kerjasama dengan Departemen Kehutanan, Dinas Perikanan setempat, masyarakat nelayan, baik sebagai pedagang, pengelola, maupun buruh atau juga pengurus koperasi setempat untuk memberikan pengalamannya kepada siswa atau guru sebagai penambahan pengalaman dan pengetahuan.
3.      Penerapan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) sebaiknya diajarkan mulai dari jenjang pendidikan yang paling rendah, yaitu Sekolah Dasar (SD).   Untuk itu, pemerintah (Dinas Pendidikan) menyediakan sarana penunjang pembelajaran seperti buku yang baku. 

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. 2008. Diakses pada tanggal 18 Maret 2010. Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Kepada Siswa Sekolah Sebagai Salah Satu Alternatif Dalam Upaya Mengatasi Masalah Lingkungan. http://www.makalah.net/
Arikunto, S. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
-------------.2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.
-------------.2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Biro Pusat Statistik Tanjab Timur. 2009. Kabupaten Tanjung Jabung Timur Dalam Angka.

BKSDA Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 2009. Cagar Alam Hutan Bakau (Mangrove) Pantai Timur Propinsi Jambi.

Calthoun, F.J. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Terjemahan oleh Satmoko, IKIP-Press, Semarang.

Djaali. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.


55
 
 
Iskandar, J. 2001. Manusia Budaya dan Lingkungan. Bandung: Humaniora Utama Press.

Inoue, Y, Hadiyati, O dan Affendi, A. 1999. Model Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari. Bali: Departemen Kehutanan dan Perkebunan & Japan Internasinal Cooperation Agency. 

Mardalis. 2007. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Muchtasor. 2006. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta: PT Pranadya Paramita.

Nawawi, H, dan Hadari, M. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Pontianak: Gadjah Mada University Press.

Rahmad,S.1989. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Edisi Ke-2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rahmawati,S dan Wilmar. 2006. Diakses pada tanggal 28 Februari 2009. Persepsi Masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan. http://library.usu.ac.id.

Reksoatmodjo, T. 2007. Statistika untuk Psikologi dan Pendidikan. Bandung: PT Refika Aditama. 

Santoso, G. 2005.  Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Prestasi Pustaka: Jakarta.

Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Semarang: Dahara Prize.

Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito


Sukardi, 2005. Metodologi Penelitian; Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Suwandini, 1991. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap Penduduk Terhadap Penggunaan Air Ciliwung: Studi Kasus di Kelurahan Kampung Melayu Jakarta Timur, Jurnal-jurnal Ilmu Sosial (1).

Suwignyo, B. 2007. Diakses pada tanggal 28 Februari 2010. Mangrove dan Problematikanya. http://mediadiknas.go.id.

Tamrin, A. 2008. Diakses pada tanggal 18 Maret 2010.  Pendidikan  Lingkungan Hidup Sebagai Salah Satu Mata Pelajaran Di Sekolah.  http://agtamrin.staff.fkip.uns.ac.id.

Uno, H.B. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Analisis di Bidang Pendidikan.  Jakarta: PT Bumi Aksara.

Usman, H dan Akbar, R.P. Pengantar Statistik. Bumi Aksara: Jakarta.

Yasser. 2010. Diakses pada tanggal 04 juni 2011.  Prihatin Kondisi Hutan Bakau Pesisir Surabaya, Ratusan Siswa SMP Tanam 1000 Bibit Bakau. http://greenlove-ind.



»»  continue...