“UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN PSIKOMOTORIK SISWA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI)

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Akhir-akhir ini, berbagai upaya untuk mengembangkan pembelajaran biologi telah digalakkan. Selain bertujuan untuk menciptakan pembelajaran biologi yang lebih menyenangkan, upaya ini juga ditujukan untuk menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna. Melalui model pembelajaran kontekstual, pembelajaran selalu dikaitkan dengan kehidupan seharihari sehingga siswa lebih mudah memahami isi pelajaran. Pengkaitan isi pelajaran dengan lingkungan sekitar akan membuat pembelajaran lebih bermakna (meaning learning) karena siswa mengetahui pelajaran yang didapat di kelas bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Belajar biologi bukan hanya berhadapan dengan teori dan konsep saja, melainkan harus melakukan sesuatu, mengetahui, dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan pembelajaran biologi. Hal ini dapat diperoleh melalui pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang membantu siswa untuk menemukan masalah dari suatu peristiwa yang nyata, mengumpulkan informasi melalui strategi yang telah ditentukan sendiri untuk mengambil satu keputusan pemecahan masalahnya yang kemudian akan dipresentasikan dalam bentuk unjuk kerja.
Perlu diketahui bahwa ternyata pembelajaran berbasis masalah tidak bisa terlepas begitu saja dari metode pemecahan masalah, mengingat pembelajaran berbasis masalah berakar dari metode pemecahan masalah. Metode pemecahan masalah merupakan salah satu cara penyajian bahan pelajaran yang menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis untuk menemukan jawaban (Sudirman dikutip Marpaung, 2005).
Salah satu karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah menggunakan kelompok kecil sebagai konteks untuk pembelajaran. Banyak kejadian bahwa siswa enggan bertanya pada gurunya, tetapi siswa tanpa raguragu dan tidak malu bertanya pada teman dalam kelompoknya. Mereka bersedia bekerja sama dan aktif dalam melakukan kegiatan belajar secara sukarela, bahkan lebih bersemangat untuk belajar dibandingkan dengan belajar secara individu. Mereka juga tidak merasa kesulitan jika menyampaikan pendapatnya sehingga dapat memotivasi siswa untuk lebih giat belajar.
Pembelajaran berbasis masalah sengaja dikembangkan untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah, dan keterampilan intelektual. Duch, Allen dan White (dikutip Arafah, 2005) mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis masalah menyediakan kondisi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan analitis serta memecahkan masalah kompleks dalam kehidupan nyata sehingga akan memunculkan “budaya berpikir” pada diri siswa (Perkin, Jay, dan Tishman dikutip Nur, 2000). Salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa adalah dengan menggalakkan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memacu proses berpikir.
Kemampuan berpikir tinggi khususnya berpikir kritis sangat penting diajarkan di sekolah karena keterampilan ini sangat diperlukan oleh siswa untuk sukses dalam kehidupannya. Menurut Kronberg dan Griffin dikutip Marpaung (2005), beberapa pembelajaran yang dapat diterapkan untuk melatih keterampilan berpikir kritis antara lain analisis masalah, pemecahan masalah, atau belajar berbasis masalah yang menekankan pada metode sains, metode kooperatif, dan inkuiri sains. Dengan pemikiran Kronberg dan Griffin tersebut, penerapan pembelajaran berbasis masalah diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN PSIKOMOTORIK SISWA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) DI KELAS X SMA NEGERI 1 MUARO JAMBI ”
I.2 Identifikasi Masalah
Dari penjelasan diatas maka peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
 Apakah system pembelajaran yang diterapkan di lapangan yang sudah sesuai dengan apa yang diprogramkan pemerintah?
 Apakah guru-guru, khususnya guru biologi sudah menggunakan model pembelajaran yang tepat dengan materi pembelajaran?
 Apakah model pembelajaran yang dipilih guru dapat meningkatkan keaktifan siswa?
 Sejauh mana penerapan model pembelajaran yang dilakukan oleh guru di lapangan?
 apakah model pembelajaran yang dipilih oleh guru dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
 Apakah penggunaan model pembelajaran problem based instruction (PBI) berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa di kelas X sma negeri 1 muaro jambi?
I.3 Rumusan Masalah
Dari sekian banyak masalah diatas, untuk mempermudah penulis dalam melakukan penelitian maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut
 Apakah penggunaan model pembelajaran problem based instruction (PBI) berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa di kelas X sma negeri 1 muaro jambi?
I.4 Batasan Masalah
1. Materi yang diberikan dalam penelitian ini sesuai dengan kurikulum berbasis kopetensi 2004 pada kelas X semester I pada pokok pembahasan keanekaragaman hayati.
2. Hasil belajar yang diteliti adalah aspek psikomotorik
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai upaya peningkatan kecerdasan psikomotorik siswa dengan menerapkan model pambelajaran problem basad instruction (PBI) terhadap mata pelajaran biologi.
1.6 Asumsi Penelitian
 Model problem based instruction diyakini dapat meningkatkan kecerdasan psikomotorik siswa
 Siswa mempunyai kesempatan yang sama dalam proses belajar mengajar
 Siswa kelas X diajar oleh guru yang sama
 Model problem based instruction belum pernah diterapkan di sekolah tersebut
1.7 Hipotesis
H1 : Terdapat peningkatan kecerdasan psikomotorik siswa setelah penerapan model pembelajaran problem based instruction (PBI)
H0: Tidak terdapat peningkatan kecerdasan psikomotorik siswa setelah penerapan model pembelajaran problem based instruction (PBI)
1.8 Manfaat Penelitian
a. Secara teorotis
Menembah informasi tentang model pambelajaran berdasarkan masalah/ problem based instruction untuk menunjang penelitian selanjutnya.
b. Secara aplikatif
Membantu siwa lebih aktif dalam belajar dan sebagai masukan/ alternative bagi guru dalam menerapkan model mengajar yang bervariasi agar dapat meningkatan mutu pembelajaran dikelas
1.9 Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalah pahaman mengenai istilah dalam penelitian ini, maka penulis mencantumkan definisi operasional, yaitu:
1. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan sebagai acuan bagi guru dalam membelajarkan siswa
2. Problem based instruction adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan konsep dari materi pembelajaran
3. Hasil belajar psikomotorik diperoleh dari lembar observasi dari aktivitas siswa selama proses belajar mengajar berlangsung.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belajar Dan Mengajar
2.1.1 Belajar
Menurut Gagne (1984:dalam Rusfidra,2006) belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman. Galloway dalam Toeti Soekamto (1992: 27 dalam Rusfidra,2006) mengatakan belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri-ciri sebagai berikut.
1. Belajar adalah perubahan tingkahlaku;
2. Perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan;
3. Perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama.
Berbicara tentang belajar pada dasarnya berbicara tentang bagaimana tingkahlaku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman (Snelbeker 1974 dalam Toeti 1992:10) Dari pengertian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkahlaku sebelum kegiatan belajar mengajar dikelas seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa, agar proses belajar tersebut mengarah pada tercapainya tujuan dalam kurikulum maka guru harus merencanakan dengan seksama dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan tingkahlaku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan. Aktifitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran.
Dengan kata lain pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai starategi pembelajaran yang ada, yang paling memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal. ( Arief Sukadi 1984:8 dalam Rusfidra,2006) .
Dalam sistem pendidikan kita (UU. No. 2 Tahun 1989), seorang guru tidak saja dituntut sebagai pengajar yang bertugas menyampaikan materi pelajaran tertentu tetapi juga harus dapat berperan sebagai pendidik. Davies mengatakan untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seorang guru perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman berbagai prinsip-prinsip belajar, khususnyai prinsip berikut:
1. Apapun yang dipelajari siswa , maka siswalah yang harus belajar, bukan orang lain. untuk itu siswalah yang harus bertindak aktif;
2. Setiap mahasiswa akan belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya;
3. Seorang siswa akan belajar lebih baik apabila mempengoreh penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajarnya terjadi
4. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan mahasiswa akan membuat proses belajar lebih berarti; dan
5. Seorang siswa akan lebih meningkat lagi motivasinya untuk belajar apabula ia diberi tangungjawab serta kepercayaan penuh atas belajarnya (Davies 1971 dalam Rusfidra,2006).
2.1.2 Belajar, Mengajar dan Pembelajaran
Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar, mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal yang guru lakukan di dalam kelas.
Duffy dan Roehler 1989 (dalam Arianto Sam.2008) mengatakan apa yang dilakukan guru agar proses belajar mengajar berjalan lancar, bermoral dan membuat siswa merasa nyaman merupakan bagian dari aktivitas mengajar, juga secara khusus mencoba dan berusaha untuk mengimplementasikan kurikulum dalam kelas. Sementara itu pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum.
Jadi pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan yaitu tercapainya tujuan kurikulum. Dalam buku pedoman melaksanakan kurikulum SD,SLTP dan SMU (1994 dalam Arianto Sam.2008) istilah belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan sikap dan tingkah laku setelah terjadinya interaksi dengan sumber belajar. Sumber belajar tersebut dapat berupa buku, lingkungan, guru dll. Selama ini Gredler 1986 (dalam Arianto Sam.2008) menegaskan bahwa proses perubahan sikap dan tingkahlaku itu pada dasarnya berlangsung pada suatu lingkungan buatan (eksperimental) dan sangat sedikit sekali bergantung pada situasi alami (kenyataan).
Oleh karena itu lingjungan belajar yang mendukung dapat diciptakan, agar proses belajar ini dapat berlangsung optimal. Dikatakan pula bahwa proses menciptakan lingkungan belajar sedemikian rupa disebut dengan pembelajaran. Belajar mungkin saja terjadi tanpa pembelajaran, namun pengaruh suatu pembelajaran dalam belajar hasilnya lebih sering menguntungkan dan biasanya mudah diamati. Mengajar diartikan dengan suatu keadaan untuk menciptakan situasi yang mampu merangsang siswa untuk belajar. Situasi ini tidak harus berupa transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa saja tetapi dapat dengan cara lain misalnya belajar melalui media pembelajaran yang sudah disiapkan.
(Gagne dan Briggs 1979:3 dalam Rusfidra,2006) mengartikan instruction atau pembelajaran ini adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Sepintas pengertian mengajar hampir sama dengan pembelajaran namun pada dasarnya berbeda. Dalam pembelajaran kondisi atau situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar harus dirancang dan dipertimbangkan terlebih dahulu oleh perancang atau guru. Sementara itu dalam keseharian di sekolah-sekolah istilah pembelajaran atau proses pembelajaran sering dipahami sama dengan proses belajar mengajar dimana di dalamnya ada interaksi guru dan siswa dan antara sesama siswa untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkahlaku siswa. Apa yang dipahami guru ini sesuai dengan pengertian yang diuraikan dalam buku pedoman kurikulum (1994:3) Sistem pendidikan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sistem masyarakat yang memberinya masukan maupun menerima keluaran tersebut. Pembelajaran mengubah masukan yang berupa siswa yang belum terdidik menjadi siswa yang terdidik.
Fungsi sistem pembelajaran ada tiga yaitu fungsi belajar, fungsi pembelajaran dan fungsi penilaian. Fungsi belajar dilakukan oleh komponen siswa, fungsi pembelajaran dan penilaian yang terbagi dalam pengelolaan belajar dan sumber-sumber belajar) dilakukan oleh sesuatu di luar diri siswa (Arief,S. 1984:10 dalam Rusfidra,2006). Sebenarnya belajar dapat saja terjadi tanpa pembelajaran namun hasil belajar akan tampak jelas dari suatu pembelajaran. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan berlangsungnya proses belajar dalam diri siswa. Seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar apabila dalam dirinya terjadi perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa dan sebagainya.
Dalam pembelajaran hasil belajar dapat dilihat langsung, oleh karena itu agar kemampuan siswa dapat dikontrol dan berkembang semaksimal mungkin dalam proses belajar di kelas maka program pembelajaran tersebut harus dirancang terlebih dahulu oleh para guru dengan memperhatikan berbagai prinsip-prinsip pembelajaran yang telah diuji keunggulannya.(Arief. Sukadi, 1991;12 dalam Rusfidra,2006)
2.2 Guru
Guru merupakan komponen penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional. Guru yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan, tidak hanya berprofesi sebagai pengajar, namun juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dalam menjalankan fungsinya sebagai agen pembelajaran, guru harus memiliki empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Selain itu, berdasarkan Standar Nasional Pendidikan, setiap guru harus memiliki kualifikasi pendidikan sarjana satu atau diploma IV. Guru merupakan faktor determinan dalam revitalisasi pendidikan nasional. Guru adalah motivator, fasilitator sekaligus ilmuwan.
Guru merupakan Tingkatan keahlian dari seorang hacker. Istilah ini digunakan pada seseorang yang mengetahui semua hal pada bidangnya, bahkan yang tidak terdokumentasi. Ia mengembangkan trik-trik tersendiri melampaui batasan yang diperlukan. Kalau bidangnya berkaitan dengan aplikasi, ia tahu lebih banyak daripada pembuat aplikasi tersebut.
Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru secara maksimal
Secara umum ada dua Sikap dan pandangan guru tentang mengajar, yaitu :
(1) Guru pemegang peran utama dalam mengajar
Pandangan yang demikian akan berefek, sbb. :
(a) Pembelajaran terpusat pada guru ( teacher oriented )
(b) Metode pemberitahuan lebih dominan
(c) Hafalan lebih ditekankan dan kreativitas serta inisiatif anak kurang
(2) Guru berperan dalam merangsang anak dalam belajar dan berfikir serta menentukan alternatif pemecahan sendiri terhadap masalah yang ia hadapi.
Pandangan yang demikian akan berefek, sbb. :
(a) Child oriented
(b) Guru hanya sebagai pembantu/ pembimbing
(c) Metode mengarah pada penemuan; pemecahan masalah
(d) Aktivitas anak memecahkan masalah , berfikir sendiri terhadap masalah yang dihadapi tinggi.
Ciri Guru Yang Baik
Menurut S Nasution, ada beberapa prinsip umum guru yang baik yang disarikan sebagai berikut :
a) Memahami dan menghormati murid
b) Menghormati ( menguasai bahan sepenuhnya ) bahan yang diberikan
c) Mampu menyesuaikan metode dengan bahan
d) Mampu menyesuaikan bahan dengan kesanggupan anak
e) Mampu mengaktifkan anak dalam belajar
f) Mampu memberikan pengertian bukan hanya dengan kata-kata belaka
g) Merumuskan tujuan yang akan dicapai setiap pelajaran yang diberikan
h) Tidak terikat hanya pada satu teks book saja
i) Tidak hanya mengajar tapi membentuk kepribadian anak
Guru merupakan komponen penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional. Guru yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan, tidak hanya berprofesi sebagai pengajar, namun juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dalam menjalankan fungsinya sebagai agen pembelajaran, guru harus memiliki empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Selain itu, berdasarkan Standar Nasional Pendidikan, setiap guru harus memiliki kualifikasi pendidikan sarjana satu atau diploma IV. Guru merupakan faktor determinan dalam revitalisasi pendidikan nasional. Guru adalah motivator, fasilitator sekaligus ilmuwan.
Upaya peningkatan kualifikasi guru dapat dilakukan di perguruan tinggi. Secara umum metode penyampaian materi ajar di pendidikan tinggi dilakukan dalam dua bentuk, yaitu pendidikan tinggi tatap muka (konvensional) dan pendidikan tinggi jarak jauh (PTJJ). Ciri utama PTJJ adalah terpisahnnya dosen dan mahasiswa karena faktor jarak. Sebagian besar komunikasi antara dosen dan mahasiswa dilakukan melalui surat, telepon, faksimili atau e-mail. Sistem PTJJ merupakan salah satu solusi mengatasi kesenjangan antara keterbatasan sumber daya pendidikan dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat untuk memperoleh pendidikan tinggi.
Untuk meningkatkan kompetensi guru IPA yang cerdas dan berpengetahuan agaknya model pembelajararan jarak jauh dapat dijadikan sebagai sebuah solusi meningkatkan kualifikasi pendidikan guru ketika daya tampung sistem pendidikan tatap muka sangat terbatas.
“Bangsa yang maju adalah bangsa yang baik pendidikannya; bangsa yang jelek pendidikannya tidak akan pernah menjadi bangsa yang maju”.
---Presiden Susilo Bambang Yudhoyono---

Salah satu komponen penting dalam upaya meningkatkaan mutu pendidikan nasional adalah adanya guru yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan. Guru, tidak hanya sebagai pengajar, namun guru juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dalam menjalankan tugasnya sebagai agen pembelajaran, maka guru diharapkan memiliki empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Menurut Zamroni 2006 (dalam Arianto Sam.2008), guru yang profesional adalah guru yang menguasai materi pembelajaran, menguasai kelas dan mengendalikan perilaku anak didik, menjadi teladan, membangun kebersamaan, menghidupkan suasana belajar dan menjadi manusia pembelajar (learning person).
Selain sebagai sebuah profesi, seorang guru adalah motivator dan fasilitator dalam transformasi IPTEK pada anak didik. Oleh karena itu, guru pada abad ke XXI adalah seorang saintis yang menguasai ilmu pengetahuan yang ditekuninya. Sebagai ilmuwan, guru tergolong elit intelektual. Guru bukanlah profesi kelas dua. Sebab itu, calon guru sebaiknya adalah insan terpilih untuk jabatan profesi mulia.
Menurut Rustaman 2006 (dalam Arianto Sam.2008) profesi guru adalah profesi “saintis plus” yang harus menguasai IPTEK dan mampu sebagai motivator dan fasilitator. Sebagai motivator dan fasilitator proses belajar, guru adalah seorang komunikator ulung karena ia harus mampu memberi jiwa terhadap informasi yang diberikan oleh saran komunikasi yang super canggih.
Pasca pemberlakuan UU Guru dan Dosen, guru yang mengajar di pendidikan dasar dan pendidikan menengah disyaratkan memiliki kualifikasi pendidikan sarjana (S-1) atau diploma IV (D-IV). Karena itu, guru yang belum berkualifikasi sarjana diberikan kesempatan mencapai kualifikasi minimal tersebut dalam waktu 10 tahun. Berdasarkan data Balitbang Depdiknas (2004) guru SMA yang berkualifikasi sarjana baru 72,75 persen; guru SMK 62,16 persen; SMP 42,03 persen; SD 8,30 persen dan TK 3,88 persen. Sisanya sekitar 1,9 juta orang belum berkualifikasi sarjana. Semakin tinggi kualitas guru diharapkan kualitas pendidikan nasional akan meningkat. Faktanya, hingga kini kualitas pendidikan masih sangat rendah. Menurut Shanghai Jiaotong University (2005) tak satupun perguruan tinggi di Indonesia yang masuk rangking dalam 100 perguruan tinggi terbaik di Asia dan Australia.
Pendidikan merupakan pilar utama dalam membangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Semakin terdidik suatu masyarakat semakin besar peluang memiliki SDM yang berkualitas. Semakin tinggi kualitas SDM, semakin besar kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan. Kuatnya kaitan antara pendidikan dengan SDM dalam mengukur keberhasilan pembangunan SDM suatu negara diperlihatkan oleh United Nation Development Program (UNDP).
Meningkatnya keinginan masyarakat untuk mengikuti pendidikan tinggi ternyata tidak diikuti oleh tersedianya insfrastruktur pendidikan tinggi yang memadai. Sebagai misal, Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2005 hanya dapat menampung 84.443 orang peserta di 53 PTN dari 304.922 peserta SPMB pada tahun tersebut. Sementara itu, berdasarkan hasil Ujian Nasional (UN) tahun 2006 yang diumumkan beberapa waktu lalu, UN 2006 berhasil meluluskan 1.790.881 siswa (Rusfidra, 2006b).
Dalam kondisi tersebut, perlu dicari alternatif lain seperti menerapkan pendidikan tinggi jarak jauh (PTJJ) untuk menyediakan kesempatan belajar yang lebih murah dan pemerataan kesempatan belajar di pendidikan tinggi. Gagasan tentang universitas terbuka dan PTJJ, virtual university, e-learning, open learning, flexible learning dan home schooling menjadi komponen penting dalam strategi nasional dan global untuk mendidik mahasiswa dalam jumlah besar.
Ditinjau dari metode penyampaian materi ajar dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi, dikenal dua model pendidikan, yaitu model pendidikan tinggi tatap muka (konvensional) dan PTJJ. Berbeda dengan pendidikan tatap muka, pada PTJJ, dosen dan mahasiswa dibatasi oleh jarak karena faktor geografis. Komunikasi antara dosen dan mahasiswa lebih banyak dilakukan melalui surat, telepon, faksimili atau e-mail
2.3 Model Pembelajaran
Model baerarti contoh, pola, acuan, macam, raagam dan sebagainya. Pembelajaran adalah proses yang dilakukan oleh guru dalam menbelajarkan siswa. Jadi model pembelajaran adalah suatu pola yang dapat digunakan sebagai acuan dalam membelajarkan siswa (Anonim, 2001:17,571). Menurut Nasution (1992:110) model mengajar adalah sustu rencana atau pola pendekatan yang dapat digunakan untuk mendesain pengajaran. Model mengajar mengandung strategi mengajar, yaitu pola urutan kegiatan instruksional yang digunakan untuk mencapaio tujuan belajar yang diinginkan.
Model pembelajaran mempunyai cirri khusus yang tidak dimilki oleh sterategi, metode atau prosedur tertentu (Anonim, 2004:1). Cirri-ciri model pembelajaran adalah:
Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
1. Landasan pemikiran tentag what/ apa dan how student /bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai)
2. Memiliki perangkat bagian model yang dinamakan urutan langkah pengajaran atau tingkah laku mengajar (syntax) yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.
3. Memperhatikan lingkungan belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran
2.3 Model Pembelajaran Problem Based Intruction (PBI)
2.3.1 Tinjauan Umum PBI
Model pembelajaran berdasarkan masalah atau problem based instruction (PBI) juga dikenal dengan pembelajaran proyek (Project-Based Teaching), pendidikan berdasarkan pengalaman (Experimenced Based Education), belajar autentik (Autentic Learning) dan pembelajaran berakar pada kehidupan nyata (Anchored instruction). Secara garis besar model pembelajaran PBI menyajikan kepada siswa sistuasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan inkuiri. Pelalsanaan kegiatan belajar mengajar guru berperan menyajikan suatu masalah, menfasilitasi penyelidikan dan dialog, dan memberikan dukungan yang menmperkaya inkuiri (Nurhadi, 2004b:109)
Berbagai pengembang pengajaran berdasarkan masalah telah menunjukkan karasteristik/ cirri-ciri khusus model pembelajaran konsektual problem based instruction /PBI (Nurhadi,2004a:57).
1. Meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah
2. Pemusatan antar disiplin
3. Penyelidikan autentik, kerja sama dan
4. Menghaslkan suatu karya dan peragaan. Pelajaran PBI diorganisasakan disekitar kehidupan nyata, autentik untukmenghindari jawaban yang sederhana dan mengandung pemecahan masalah yang bersaing.
Model pembelajaran konsektual problem based instruction/PBI dikembangkan dengan tujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkankemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa dengan melibatkan mereka dalam pengalaman nyata atau asumsi; dan menjadi pelajar yang otonom dan mandiri dengan bimbingan guru yang mendorong dan mengarahkan siswa untuk bertanya dan mencari penyelesaian terhadap masalah (Nurhadi, 2004b:110)
Model pembelajaran PBI terdiri dari lima tahap/ fase mengajar yang dimulai dengan memperkenalkan siswa dengan situasi masalah yang diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa (Nur, 2000:13). Kelima tahap /fase dari model pembelajaran PBI dapat bilihat pada table 2.1 dibawah ini.
Table 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Atau Problem Based Instruction (PBI)
Tahap Tinkah laku guru
Tahap I
Orientasi siswa kepada masalah


Tahap II
Mengorganisasi siswa untuk belajar


Tahap III
Membimbing penyelidikan individual dan kelompok


Tahap IV
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya


Tahap V
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan, motivasi siswa agar terlibat pada aktivitas masalah yang dipilih.
Guru membantu siswa mendefinisikan siswa dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Guru mendoron siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperiment, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model yang membantu mereka untukberbagi tugas dengan temannya.
Guru membantu siswa untuk melakaukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dengan proses-proses yang mereka gunakan.
Sumber: Nu(2000:13)
Lingkungan dan system manajemen PBI lebih menekankan pada peranan sentral siswa bukan guru karena PBI bersifat terbuka, demokrasi dan peran aktif siswa bukan guru. PBI dapat membantu siswa untuk menjadi siswa mandiri, siswa otonom yang percaya kepada keterampilan intelektual mereka sendiri. Pelaksanaan untuk menjadi siswa yang otonom dan mandiri, kegiatan belajar mengajar diperlukan keterlibatan siswa secara aktif dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri yang aman (Anonim, 2004 :21)
2.3.2 Landasan Teoritik Dan Empiric PBI
Dewey Dan Kelas Demokratis
Dasar filosofi PBI brpatokan pada pandangan Dewey dalam Nur (2000:16) yang menyatakan seharusnya sekolah menjadi laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan nyata. Selanjutnya dewey menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam tugas yang berorientasi pada masalah dan menbantu menyelidiki masalah tersebut. Pembelajaran disekolah seharusnya lebih memiliki manfaat dari pada abstrak, dan pembelajaran akan lebih bermanfaat apabila dilakukan dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan masalah yang ada.
2.4 Penilaian Autentik
Mengetahui perkembangan dan hasil belajar siswa diperlukan suatu penilaian. Penilaian yang dilakukan tidak hanya untuk melihat hasil belajar siswa tetapi juga untuk memberitahukan perkembangan belajar siswa. Penilaian yang digunakan adalah penilaian autentik yaitu proses pengumpulan data yang dapat memberikan gambaran perkembangan siswa. Perkembangan belajar diperlukan selama proses pembelajaran untuk mengantisipasi kemacetan dan mengambil tindakan yang tepat. Penilaian tidak hanya dilakukan disetiap periode, tetapi dilakukan bersama dalam kegiatan pembelajaran. (Nurhadi, 2004a:52)
Menurut Nurhadi (2004b:172) prinsip-prinsip yang dipakai dalam penilaian serta cirri-ciri penilaian autentik adalah sebagai berikut:
1. Penilaian autentik mengukur semua aspek pembelajaran, proses kinerja dan produk.
2. Pengukuran semua aspek pembelajaran dapat dilakukan selama dan sesudah pembelajaran berlangsung.
3. Mengumpulkan data dan penilaian dapat mengguanakan berbagai cara dan sumber.
4. Tes hanya salah satua alat pengumpul data.
5. Tugas yang diberikan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
6. Menekankan kedalam pengetahuan dan keahlian siswa.
Sesiai dengan prinsip penilaian autentik, kompetensi siswa diukur dengan berbagai cara dan sumber (Nurhadi, 2004b:173). Ada beberapa alat penilaian yang dapat digunakan yaitu:
1. Hasil karya (product) yang dapat berupa laporan, gambar, bagan, tulisan dan benda; penugasan, yaitu bagaimana siswa bekerja dal;am kelompok atau individu untuk menyelesaikan tugas yang diberikan kepada siswa.
2. Unjuk kerja (perpormance), yaitu penempilan diri dalam kelompok maupun individual dalam bentuk kedisiplinan, kerja sama, kepemimpinan, inisiatif, dan keterampilan didepan umum.
3. Tes tertulis (paper and pencil tes), yaitu penilaian yang berdasarkan pada hasil ulangan harian, semester, atau akhir program.
4. Kumpulan hasil kerja (portofolio), yaitu kumpulan karya siswa berupa laporan, gambar, peta, benda-benda, karya tulis, table-tabel, dan lain-lain.


BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dikelas X SMA Negeri 1 Muaro Jambi yang dilaksanakan pada semester 1 tahun ajaran 2009/2010 yang dimulai tanggal 2 Agustus 2010.
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimen, penelitian eksperimen adalah penelitian dengan mengadakan perlakuan terhadap objek perlakuan serta adanya control dengan tujuan untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat serta seberapa besar hubungan sebab akibat tersebut. Dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental, satu atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok control yang tidak dikenai kondisi perlakuan (Narbuko dan Achmadi, 2004 :51)
3.3 Desain Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian ini, desain penelitian ini adalah The Ramdomized Control Group Only Design (Suryabarata: 2004)
Table 3.1 The Ramdomized Control Group Only Design
Kelas Treatment Post test
Kelas eksperiment
Kelas kontrol X
- T
T
Keterangan :
X : perlakuan yaitu penerapan model pembelajaran PBI
T : uji akhir pada kelas eksperiment dan control
3.4 Sampel
Sample penelitian ini adalah keseluruahan siswa kelas X semester 1 yang terdiri dari kelas X1, dan X2 SMA Negeri 1 muaro Jambi (total sampling)
Table 3.2 data jumlah siswa kelas X
No Kelas Jumlah
1
2 X1
X2 36
36
Jumlah 72
Sumber : Tata Usaha SMA Negeri 1 Muaro Jambi
Langkah- langkah yang dilakukan untuk menentukan kelas eksperiment dan kelas kontrol adalah sebagai berikut:
1. Mengambil nilai biologi siswa dari rapor
2. Menguji normalitas nilai biologi dengan menggunakan uji lilliefors dan uji homogenitas dengan uji F
3. Setelah diketahui semua kelas normal dan homogen, kemudian menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan kertas undian yang bertuliskan X1
3. Dan X2 yang diambil secara acak.
4. Mengambil 1 kertas undian sebagai kelas eksperimen dan satu kertas lagi sebagai kelas kontrol.
3.5 Data
3.5.1 Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini ada 2 macam yaiti:
1. Data primer: data hasil belajar, dalam penelitian ini hanya terdiri dari ranah psikomotor.
2. Data skunder: data jumlah siswa kelas X, nilai ujian siswa kelas X semester 1 dan nilai kemampuan guru dalam mengolah pembelajaran.
3.5.2 Sumber Data
1. Siswa kelas X yang menjadi sample
2. Kantor Tata Usaha SMA Negeri 1 Muaro Jambi
3.7 teknik pengambilan data
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan mengguanakan tes tertulis dan lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk melihat hasil belajar ranah psikomotor siswa yang dilakukan selama kegiatan belajar mangajar sedang berlangsung, sedangkan tes akhir diberikan setelah pokok pen\mbahasan selesai diajarkan.
Langkah pengambolan data yardiri dari 3 tahap yaitu:
1. Tahap Persiapan
 Mempersiapkan surat izin penelitian
 Menentukan kelas sample
 Menyusun jadwal pelajaran
 Membuat RPP kelas eksperimen dan kelas kontrol
 Mempersiapkan tes akhir dan lembar pengamatan/observasi ranah psikomotor
 Melaksanakan uji coba soal-soal tes akhir


2. Tahap Pelaksanaan Pengajaran
Peneliti mengajar dan mengamati dikelas eksperimen dan kelas kontrol dengan materi yang sama tetapi model yang digunakan berbeda (kelas eksperiment dengan mengguanakan model problem based instruction/PBI sedangkan kelas kontrol dengan model pembelajaran non PBI)
3.Tahap Pelaksanan Tes
Siawa diberikan setelah diberi perlakuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3.8 Instumen Penelitian
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil tes belajar dan lembar pengamatan. Menurut Tuckman dalam Natawijaya dan Moesa (1992:117) tes adalah suatu prosedur sistematis untuk mengukur perilaku siswa yang dites sebagai hasil belajar. Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung pada sample atau objek penilaian untuk melihat kegiatan yang dilakukan.
Dalam penelitian ini penilaian ditekankan pada ranah psikomotor saja, berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Singer (1972) menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.
Mengukur hasil belajar pada ranah psikomotor digunakan lembar observasi assesmen kinerja siswa untuk mengamati kerja siswa pada tahap eksperiment dan pemecahan masalah secara berkelompok dan sekala penilaian pesentase lisan selama diadakan diskusi kelompok dan diskusi kelas untuk memecahkan masalah yang disajikan.
Penilaian aspek psikomotor pada penelitian ini digunakan sekala bertingkat dengan rentang 1 sampai dengan 4 dengan criteria:
Selalu (SL)=4
Sering (Sr)=3
Jarang (Jr)=2 dan
Tidak pernah (Tp)=1
Dengan perhitungan penilaian

3.9 Teknik Analisis Data
1. Uji Normalitas
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan uji normalitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data angket penelitian terdistribusi normal. Dalam penelitian ini digunakan uju lilloefors. Menurut sujana (1992:466) langkah-langkah lilliefors sebagai berikut:
Membuat tabulasi data
Mengadakan pengamatan tarhadap X¬1, X2,..........,Xn untukl diubah menjadi angka baku Z1,Z2,………….,Zn.
Zi =
Keterangan:
Z¬¬¬¬¬1 ¬¬¬=angka baku
X = rata-rata
S = simpangan baku
3. Menentukan peluang F (Z¬¬¬i) = P< (Z¬¬¬i) berdasarkan daftar distribusi normal baku. 4. Selanjutnya dihitung proporsi Z1,Z2,………….,Zn. Yang lebih kecil atau sama dengan Z. jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Z¬¬¬i) maka rumusnya S (Zi) = 5. Harga mutlak dihitung dari selisih F(Z¬¬¬i)- S(Z¬¬¬i) dan diambil dari harga mutlak Yang paling besar sebagai L- hitung (L0). 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas varian bertujuan untuk melihat apakah kedua kelompok data memiliki varian yang homogen atau tidak. Untuk melihat homogen atau tidaknya varian dari kelompok data tersebut digunakan uji F. menurut Sudjana (2002:249) langkah-langkahnya adalah: a. mencari masing-masing varians dari keolompok data, kemudian menghitung harga F dengan rumus: S1² F = S2² keterangan: S12 : varians terbesar S22 : varians terkecil b. membandingkan harga F data dengan F table distribusi normal a) jika F hitung < F table, meka varians nilai kelas yang dibandingkan homogen. b) Jika F hitung > F table, maka varian kelas yang dibandingkan tidak homogen.


DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, N. 2003. Efektivitas Pembelajaran Problem Based Intruction (PBI) Pada Mata Pelajaran Matematika SLTP Melalui Pola Kolaboratif. Unsri. Palembang
Anonim. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III. Balai Pustaka. Jakarta
Anonim. 2004. Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran Sains. Depdiknas. Jakarta
Arikunto, S. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. PT. Bumi Aksara. Yogyakarta.
Djamarah, S.B. dan Aswan, Z. 1995. Strategi Belajar Mengajar. PT.Rineka Cipta. Jakarta
Hamalik, O. 2002. Perencanaan Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. PT. Bumi Aksara. Jakarta
Katowarigan, B. 2004. Pedoman Khusus Pengembangan Instrumen Dan Penilaian Ranah Psikomotor. Depdiknas Jakarta
Narbuko, C dan Achmadi. 2004. Metodologi Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta
Natawijaya dan Moesa. 1992. Psikologi Pendidikan. Depdikbud. Jakarta
Nasution, N. 1992. Psikologi Pendidikan Modul 1-6. Depdikbud. Jakarta
Nur, M. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. University Press Unesa. Surabaya
Nurhadi. 2004a. Pembelajaran Konsektual Dan Penerapanya Dalam KBK. Universitas Negeri. Malang
Nurhadi. 2004b. Kurikulum 1004b (Pertanyaan Dan Jawaban). PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta
Sudjana. 1987. Dasar-Dasar Dan Proses Belajar Mengajar. PT. Sinar Baru. Bandung
Sudjana. 1996. Metode Statistik. PT. Tarsito. Bandung
Sudjana. 2002. Metode Statistik. PT. Tarsito. Bandung
Suryabarata, S. 2004. Metodologi Penelitian. PT. Rakjawali Press. Jakarta

0 komentar: